WAKATOBI
adalah singkatan dari Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Kabupaten yang
berjuluk Caribbean van Celebes ini pada tahun 2012 ditetapkan sebagai kawasan
Cagar Biosfer Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Tidak hanya menjanjikan surga bawah
laut yang menawan saja, WAKATOBI juga menawarkan wisata tradisi dan atraksi
budaya yang mempesona.
WAKATOBI (Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko), Sulawesi Tenggara. |
Cagar
Biosfer
Wakatobi merupakan salah satu kabupaten
di Provinsi Sulawesi Tenggara. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pulau Wangi-Wangi
(penduduk setempat, menyebutnya sebagai Pulau Wanci). Sebelum menjadi daerah
otonom, wilayah Kabupaten Wakatobi lebih dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi –terkenal sebagai tempat parapandai besi
berasal. Parang dan pisau yang dibuat oleh pengrajin, terkenal sangat kuat, tajam,
dan tahan karat.
UNESCO, menetapkan kawasan Taman
Nasional Laut Wakatobi, sebagai salah satu kawasan cagar biosfer dunia. Penetapan
Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia itu disepakati pada pertemuan
"Penasihat Internasional Committee untuk Biosphere Reserve Program MAB (Man
and Biosphere) UNESCO" ke-18 di Paris tanggal 2-4 April 2012. Terdapat
tiga kepentingan yang dilindungi UNESCO dalam menetapkan TN Wakatobi sebagai
pusat cagar biosfer dunia tersebut, yaitu: kearifan lokal masyarakat Wakatobi,
kelestarian lingkungan, dan kepentingan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan. Kearifan Lokal yang dilindungi di
Wakatobi adalah menyangkut tradisi budaya masyarakat dalam memperlakukan alam
dan mengambil sesuatu dari alam, Kelestarian
Lingkungan yang dilindungi karena kawasan perairan laut TN Wakatobi
memiliki keragaman terumbu karang dan biota laut yang cukup tinggi dibandingkan
dengan kawasan-kawasan lain yang ada di dunia, Kepentingan Ekonomi yang dilindungi menyangkut bagaimana masyarakat
di kawasan Wakatobi dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada secara
berkelanjutan, tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan.
Indonesia telah mengenal cagar biosfer
sejak tahun 1977. Saat itu, UNESCO menetapkan 4 wilayah di
Indonesia sebagai cagar biosfer. Wilayah tersebut berada di sekitar taman
nasional di daerah Cibodas (Cagar
Biosfer Cibodas meliputi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi
Jawa Barat yang mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Cianjur), Tanjung Putting (Cagar
Biosfer Tanjung Puting Provinsi Kalimantan Tengah meliputi daerah Kabupaten
Kotawaringin mencakup hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah
kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai dan hutan sekunder.
Kawasan ini merupakan kediaman orang utan, bahkan saat ini menjadi pusat
rehabilitasi orang utan terbesar di dunia. Setidaknya ada tiga tempat
rehabilitasi, yakni: Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakey.),
Lore Lindu (Cagar Biosfer Lore Lindu
Sulawesi Tengah meliputi wilayah administratif Kabupaten Donggala dan Kabupaten
Poso, ekosistem zona inti adalah hutan pamah tropika, hutan pegunungan bawah,
hutan pegunungan dan hutan sub Alphin pada ketinggian di atas 2000 meter di
atas permukaan laut. Di zona inti Lore Lindu terdapat berbagai satwa endemik,
beberapa yang terkenal antara lain: babi rusa, tarsius dan maleo. Selain
tumbuhan dan satwa, kawasan ini juga terkenal dengan situs batu megalitiknya),
dan Komodo (Cagar Biosfer Komodo Kabupaten
Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mencakup Pulau Komodo, Pulau Rinca,
Pulau Padar dan 26 pulau lainnya).
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah
wilayah yang ditetapkan sebagai cagar biosfer terus bertambah. Hingga saat
ini, Indonesia telah memiliki 8 cagar biosfer. Cagar Biosfer Pulau Siberut ditetapkan pada tahun 1981, terletak di
lepas pantai Sumatera Barat, dipisahkan oleh Selat Mentawai. Ekosistemnya ditutupi
oleh hutan primer Dipterocarpaceae, hutan primer campuran, rawa, hutan
pantai dan hutan mangrove. Cagar Biosfer
Gunung Leuser ditetapkan pada tahun 1981, meliputi Provinsi Sumatera Utara
dan Nangroe Aceh Darussalam. Gunung Leuser bisa dikatakan mewakili ekosistem
yang paling lengkap meliputi hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran
rendah sampai pegunungan. Kawasan ini juga menjadi tempat tinggal harimau,
gajah dan badak. Cagar Biosfer Giam Siak
Kecil-Bukit Batu ditetapkan pada tahun 2009, berada dalam wilayah
administratif Provinsi Riau. Kawasan intinya terdiri dari Suaka Margasatwa
Giam Siak Kecil, Suaka Margasatwa Bukit Batu, konsesi hutan produksi Sinar Mas
serta eks HPH PT. Rimba Rokan Lestari.
Ciri
Khas WAKATOBI
Pulau
Wangi-Wangi
Budaya: Upacara adat Kabuenga, upacara
mencari jodoh/mencari pasangan hidup.
Makanan Khas: Kambalu adalah
makanan pengganti nasi yang terbuat dari talas dan santan kelapa yang
dibungkus daun kelapa dan dikukus.
Tempat Wisata: Benteng Tindoi, Benteng
Liya (di dalam benteng terdapat Masjid Keraton Liya), Benteng Mandati Tonga, Benteng
Togo Molengo, dan Mercusuar.
Pulau Kaledupa
Budaya: Tari Lariangi, Tari Hebalia (untuk
mengusir roh-roh jahat yang membawa sial pada keluarga atau kampung), Tari
Sombo Bungkale (menggambarkan proses sombo atau pingit), Tari Honari (sebagai
ungkapan kegembiraan gadis-gadis setelah selesai di sombo (dipingit), Pesta
adat Karia’a, Tradisi pencak silat (seni bela diri Mansaa dan Posepaa).
Makanan Khas: Tombole (sejenis lemper terbuat
dari ubi dan cara memasaknya dengan menggunakan teknik Hebatu yakni menggunakan
batu)
Tempat Wisata: Situs sejarah (Makam Tua dan
Kamali), Benteng Ollo (di dalam benteng terdapat Masjid Tua), dan Benteng La
Donda.
Pulau Tomia
Budaya: Pesta Adat Safara (saling
menyiram satu sama lain yang diawali dengan doa sesepuh adat), Tradisi Bose-Bose
(menghiasi perahu dengan hiasan berwarna-warni dan dimuati sajian masakan
tradisional, seperti Liwo, lalu diarak mengelilingi pantai dari Dermaga
Patipelong menuju Dermaga Usuku sampai ke Selat One Mobaa), Tari Sajo Moane, Tari
Saride (mengungkapkan rasa syukur masyarakat setelah menyelesaikan
pekerjaan dengan sukses).
Terdapat Kerajinan Tempurung Kelapa
(tempurung kelapa dibuat dalam berbagai bentuk seperti alat dapur, hiasan ruang tamu, dan lain-lain).
Tempat Wisata: Benteng Patua, Benteng
Suo-Suo, dan Masjid Tua Onemay.
Pulau Binongko
Budaya: Tari Balumpa (tarian pergaulan
yang ditampilkan oleh penari wanita untuk menyambut para tamu terhormat).
Makanan Khas: Luluta merupakan nasi
ketan dengan santan yang dimasukkan ke dalam bambu, lalu dibakar. Parrande
merupakan jenis penganan yang berupa sup ikan (potongan ikan parrande yang
dibumbui bawang merah, bawang putih, asam, sereh dan kunyit). Kasuami merupakan
ampas parutan singkong yang diperas berulang-ulang, kemudian dibentuk segitiga
mirip nasi tumpeng. Biasanya dilumuri dengan bawang. Karasi merupakan jenis
cemilan yang terbuat dari tepung beras, dicetak lalu digoreng, bentuknya mirip
lipatan jaring, dipadu dengan kopi atau teh panas.
Terdapat Kerajinan Tukang Besi (Jenis
Parang dapat dibuat sesuai pesanan pelanggan).
Tempat Wisata: Benteng Palahidu, dan Benteng
Wali.
***