Minggu, 31 Desember 2017

Pasukan Pengibar Bendera



Paskibra merupakan pasukan pengibar bendera di sekolah yang anggotanya terdiri atas peserta didik yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Paskibra di sekolah. Paskibra bertujuan untuk memupuk semangat kebangsaan, cinta tanah air dan bela negara, kepeloporan dan kepemimpinan, berdisiplin dan berbudi pekerti luhur dalam rangka pembentukan character building generasi muda Indonesia. Salah satu kegiatan ekstrakurikuler ini, adalah: mempelajari Peraturan Baris Berbaris (PBB); bagaimana mengibarkan atau  menurunkan bendera pada setiap upacara rutin di sekolah atau memperingati hari Proklamasi dan upacara bendera hari besar nasional lainnya.
Pakibra SMPN 2 Garut

Tata Upacara Bendera (TUB) adalah merangkaikan suatu tindakan atau gerakan dengan susunan secara baik dan benar. Tindakan atau gerakan yang dirangkaikan serta ditata dengan tertib dan disiplin. Pada hakekatnya upacara bendera adalah pencerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan salah satu pancaran peradaban bangsa, hal ini merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.

Halentri Paskibra
Tata cara kehidupan sehari-hari –Halentri seorang Paskibra:
Pelaksanaan Penghormatan Militer (PPM): Merupakan suatu penghormatan yang di berikan junior kepada seorang senior, waktu dalam latihan maupun di luar latihan. Waktu PPM dari pukul 08.00 s/d 18.00 WIB. Jika sudah lewat dari batas yang sudah di tentukan cukup dengan mengucapkan ”salam”.
Halentri di Jalan: Jika bertemu yang lebih tua sapalah terlebih dahulu; Bersikap ramah; Jika di ajak bicara tataplah wajahnya dan pandangan tetap lurus ke depan, jangan membuang pandangan/muka; Jika sedang terburu-buru, mintalah permisi.
Halentri Bertamu: Ketuklah pintu terlebih dahulu sambil mengucapkan salam sebelum memasuki ruangan; Jangan masuk sebelum di persilahkan masuk; Katakan maksud dan tujuan kedatangan; Jangan duduk sebelum di persilahkan duduk terlebih dahulu dan ambilah sikap duduk yang baik; Jangan sekali-kali memegang meja; Uraikan maksud dan tujuan kedatangan; Setiap di ajak bicara, jangan memalingkan pandangan dan mengalihkan pembicaraan; Jika di beri pertanyaan, jawablah dengan tegas dan jelas serta sopan (jangan menjawab dengan menggunakan kepala); Bicaralah dengan baik dan sopan; Jika sudah selesai, ucapkan salam dan kembalikan kursi pada posisi semula.
Halentri Makan: Waktu makan, posisi tubuh tegak: Sendok di pegang oleh tangan kanan dan garpu di pegang oleh tangan kiri; Cara memegang sendok dan garpu sama dengan memegang pena; Tidak bicara diwaktu sedang makan; Sebelum dan sesudah makan selalu membaca do’a.

Dari Paskeraka ke Paskibraka
Pasukan Pengerek Bendera Pusaka/Paskeraka –istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972, tugas utamanya adalah mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pengerekan bendera pusaka pertama kali oleh Latif Hendraningrat dan Suhud S.
Gagasan Paskeraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan ajudannya –Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengerekan bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Konon terlintas di pikiran Mutahar, suatu gagasan: “bahwa sebaiknya pengerekan bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru tanah air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa”. Tetapi, gagasan itu tidak mungkin terlaksana, beliau hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda –3 putera dan 2 puteri yang berasal dari berbagai daerah –dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengerekan bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.
Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengerekan bendera pusaka. Pengerekan bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para anggota pengerek bendera diambil dari parapelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta. Tanggal 5 Agustus 1966 Mutahar menjadi Dirjen Urusan Pemuda dan salah satunya programnya, ialah latihan “Pandu Ibu Indonesia BerPancasila“ dan uji coba untuk kurikulum pembinaan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka 1967. Pada tahun 1967, Mutahar dipanggil Soeharto –presiden saat itu, untuk menangani pengerekan bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok (17-8-45) yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:  Pasukan 17 –merupakan pasukan pengiring/pemandu; Pasukan 8 –merupakan pasukan pembawa bendera/pasukan inti, Pasukan 45 –merupakan pasukan pengawal. Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, yakni: 17 Agustus 1945. Pada saat itu, Mutahar hanya melibatkan putera daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu –kini Pramuka untuk melaksanakan tugas pengerekan bendera pusaka. Konon rencana semula, untuk kelompok 45 –pasukan pengawal akan terdiri dari para mahasiswa Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) namun tidak dapat dilaksanakan. Usul lain menggunakan anggota pasukan khusus ABRI (seperti: Resimen Para Komando Angkatan Darat/RPKAD –Komando Pasukan Khusus/Kopassus, Pasukan Gerak Tjepat Angkatan Udara/PGT –Pasukan Khas/Paskhas AU, Korps Komando Operasi Angkatan Laut/KKO AL –Korps Marinir, dan Brigade Mobil Kepolisian Republik Indonesia/Brimob Polri) juga tidak mudah. Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres) yang mudah dihubungi karena mereka bertugas di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta.
Mulai tahun 1969 itu, anggota pengerek bendera pusaka adalah pararemaja siswa-siswi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putera dan puteri. Pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama baru untuk pengerek bendera pusaka, yakni: Pasukan Pengibar Bendera Pusaka/Paskibraka. Mulai saat itu, anggota pengerek bendera pusaka disebut Paskibraka. Pada tanggal 22 Desember 1989 diadakan Musyawarah Nasional (Munas) Purna Paskibraka Indonesia (PPI) di Cipayung Bogor. Pada tanggal 18-22 Januari 1995 diadakan Munas Ke-2 yang menghasilkan keputusan perubahan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

Formasi Paskibraka
Formasi khusus Paskibraka, yaitu:
Kelompok 17 berposisi di paling depan sebagai pemandu/pengiring dengan dipimpin oleh suatu Komandan Kelompok (Danpok). Kelompok 17 Ini seluruhnya merupakan anggota Paskibraka.
Kelompok 8 berposisi di belakang kelompok 17 sebagai pasukan inti dan pembawa bendera. Di kelompok ini terdapat 4 anggota TNI atau POLRI sebagai pengawal dan 2 puteri Paskibraka sebagai pembawa bendera –sekarang hanya satu pembawa bendera, 3 putera Paskibraka pengibar/penurun bendera, dan 3 puteri Paskibraka di saf belakang sebagai pelengkap/pagar.
Pasukan 45 berposisi di belakang kelompok 8 sebagai pasukan pengawal/pengaman dan merupakan anggota dari TNI atau POLRI dengan senjata lengkap. Untuk tingkat nasional (di istana negara), pasukan 45 terdiri dari anggota Paspampres.

 ****

Sabtu, 30 Desember 2017

Pupuk Suhun


  Di Tatar Sunda mah teu pati hésé upama néangan pepelakan anu ngandung ajén piubareun –farmakologi. Komo dipilemburan mah, pepelakan anu ngandung ubar téh apanan tumuwuh subur di mana baé tur babari ngalana, malah bisa silihbéré atawa silihpénta jeung tatangga anu adek suhunan. Keur urang pilemburan anu werit ka rumahsakit mah tétéla ubar tina tutuwuhan téh matak mangpaat kabina-bina, kantenan cenah: “Jalma miskin mah, teu meunang gering”.
Bawang Beureum

Salahsahiji pepelakan anu ngandung ajén ubar téh, nya éta: Bawang. Da mémang geus ti baheula mula, bawang téh mangrupa bagian anu raket dalit jeung kahirupan balaréa –kaasup di Tatar Sunda. Boh keur ubar tradisional atawa keur sambara dapur, anu sarwa basajan.
Minangka bahan raracik ubar tradisional, tétéla bawang téh matih pisan –utamana keur panyakit anu tumiba ka barudak. Nyiksik bawang dicampuran ku rupa-rupa tutuwuhan farmakologi anu jaradi di pakarangan, cukup diulas-alés atawa diburakeun, insya Alloh bakal goréjag deui anu gering téh. Mun rada parna saeutik, paling-paling ngangkir indung beurang –paraji anu sok dianggap sarwa bisa.

Pupuk Suhun
Jaman béh ditu, panyakit barudak téh ukur bangsaning: olol lého; bunghak; méncrét; jeung sabangsana –anu lumrah jeung prah di mana-mana, gampil diungkulan ku indung atawa nini.
Keur ngubaran olol lého, siksik bawang beureum; bawang bodas; asem kawak; parud jahé, dikeclakan minyak keletik jeung cai jeruk mipis, heug diguley dina piring pisin. Geus kitu, sacomot ditaplokeun kana embun-embunan budak anu ungsrak-ingsreuk téa. Biasana bareng jeung garingna pupuk suhun –anu ditaplokeun dina embun-embunan téa, lého budak ogé sok milu saat.
Keur ngubaran beuteung bungkiang –bunghak, maké siksik bawang beureum jeung bawang bodas tur diminyak keletikan, tuluy dibulen ku daun jarak meunang ngaleumpeuh. Beuteung diurut ka luhur ka handap –disangsurkeun make ubar tadi, insya Alloh beuteung budak anu bungkiang téh sok langsung kempléng.
Keur ngubaran nyeri sirah, racikan bawang beureum jeung bawang bodas dicampur rieus jahé jeung cikur, dibungkus ku iket atawa karémbong –dibakutetkeun kana tarang, insya Alloh sapoé dua poé ogé longsong –saeutikna, ngurangan puyeng jeung dedenyutan.


***