Senin, 29 Agustus 2016

ada Domba Garut di Istana Bogor



Domba Garut merupakan simbol kebangkitan ekonomi kerakyatan, meskipun dagingnya selama ini menjadi “Kambing Hitam” bagi segala penyakit kolesterol dan darah tinggi.
Presiden Joko Widodo bersama parapemenang Kontes Domba Garut dan Kambing

Piala Kemerdekaan RI
Sabtu tanggal 27 Agustus 2016 pagi, suasana Istana Kepresidenan Bogor dan Kebun Raya Bogor tampak berbeda. Pagi itu, lebih dari 700 domba dan 700 peternak berkumpul mengikuti “Kontes Domba Garut dan Kambing” yang digagas langsung oleh Presiden Joko Widodo dan diinisiasi oleh Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI). Selain memperebutkan Piala Kemerdekaan, kontes itu juga menyediakan uang pembinaan yang mencapai puluhan juta rupiah bagi parapemenang. Presiden sengaja menggelar Kontes Domba Garut dan Kambing di Istana Bogor, untuk memberikan pesan, bahwa: Domba Garut merupakan “simbol kebangkitan ekonomi kerakyatan”, sekaligus memperingati Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan yang ke-180 yang diperingati tanggal 26 Agustus-26 September setiap tahun –ke-180, dihitung dari saat Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan plakat pelarangan pemotongan sapi betina produktif pada hari itu.
Ada empat kategori yang akan dikonteskan dalam ajang tersebut, yakni: Raja Pedaging, Raja Petet, Raja Kasep, dan Ratu Bibit.
kategori Raja Pedaging, memilih domba yang paling banyak menghasilkan daging.
kategori Raja Petet, memilih domba yang berusia remaja namun berpotensi menjadi pejantan yang menghasilkan daging berkualitas.
kategori Raja Kasep, memilih domba yang berbadan kekar, bertanduk bagus, berbulu halus dan memiliki kondisi kesehatan prima.
kategori Ratu Bibit, memilih domba betina yang mampu menghasilkan anakan berkualitas dan berpotensi memiliki daging yang baik.
Kontes Domba Garut dan Kambing di Istana Bogor

Plakat 26 Agustus 1836
Kesadaran tentang arti penting keamanan produk pangan asal hewan, secara historis sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka. Untuk kepentingan operasi militer Belanda (penanganan kesehatan kuda kavaleri dan pengawasan makanan asal hewan) dikirim dokter hewan pertama asal Belanda KA Copiters pada 1820. Kemudian dilanjutkan dengan pengaturan tentang peternakan dan kesehatan hewan pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda dengan menerbitkan Plakat pada 26 Agustus 1836 tentang Larangan Pemotongan Sapi Betina Produktif, yang mengatur: (1) pemotongan hewan betina bertanduk, dan (2) lalu-lintas ternak antardaerah untuk pencegahan penyakit menular. Adanya pengaturan lalu-lintas ternak asal daerah terbukti sangat penting, karena terbukti wabah penyakit hewan menular pernah terjadi, seperti: (1) penyakit Septichenia Epizooticae (ngorok) pada 1884; (2) penyakit Anthrax (radang limpa) 1884; (3) penyakit Aptae Epizooticae (mulut dan kuku) 1887; dan (4) penyakit Rinderpest (sampar menular) tahun 1897. Pada tahun 1936, Pemerintah Hindia Belanda juga menerbitkan Staatsblad Nomor 614 Tahun 1936 tentang Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif –dan beberapa Ordonansi yang masih digunakan di era Kemerdekaan. Selanjutnya sejarah mencatat bahwa pembangunan peternakan di negeri ini, diatur oleh beberapa perundang-undangan, yaitu diantaranya: di masa Orde Baru, lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta di era Reformasi yaitu ditandai lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan –yang kemudian direvisi oleh Mahkamah Konstitusi atas beberapa pasal melalui keputusan MK Nomor 137/PUU-VII/2009. Dari peristiwa-peristiwa di atas, maka pada Tanggal 26 Agustus 1836 telah dipilih sebagai Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan dan mulai tanggal 26 Agustus 2003 yang lalu segenap masyarakat peternakan dan kesehatan hewan telah menandatangani Hari Lahir dan Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar